20 November 2025 Suasana Gajah Mada Plaza Jakarta hari ini dipenuhi energi budaya yang kuat dalam gelaran Ethnic Digital Heritage Festival 2025. Salah satu acara yang paling menyedot perhatian publik adalah Talkshow & Showcase Keris Kamardikan, menampilkan karya-karya masterpiece dari maestro perkerisan Indonesia, Toni Junus. Talkshow dipimpin oleh KRA. Rivo Cahyono Setyonegoro. Ketua Yayasan Ethnic Indonesia Berbagi. Ketua Bidang Digitalisasi Kebudayaan AGKDI. Dengan mengangkat tema besar “Keris Kamardikan di Era Digital”, acara ini menghadirkan perspektif mendalam mengenai hubungan antara tradisi leluhur, kreativitas empu modern, serta tantangan dan peluang dalam era digitalisasi.
Acara yang berlangsung meriah ini dihadiri oleh pecinta budaya, perajin keris, akademisi, komunitas seni, hingga generasi muda yang ingin mengenal lebih dekat warisan pusaka bangsa. Dalam sesi talkshow, Toni Junus memberikan pemahaman menyeluruh tentang makna Keris Kamardikan, nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya, serta bagaimana keris mampu bertahan dan terus berevolusi dalam dunia modern.
1.Makna Keris Kamardikan: Simbol Kebebasan Kreatif Empu Modern
Toni Junus membuka sesi dengan menjelaskan filosofi mendalam di balik istilah Keris Kamardikan, sebuah konsep yang ia proklamasikan sejak tahun 2008. Ia menegaskan bahwa keris adalah manifestasi cipta–rasa–karsa dari seorang empu, bukan sekadar artefak logam.
Ia menjelaskan bahwa istilah kamardikan merujuk pada fase baru dalam dunia perkerisan:
“Ketika para empu modern tidak lagi terikat oleh patronase kerajaan, karena kerajaan telah menyatu dalam Republik. Para perajin bebas berkarya, mengambil inspirasi dari roh zaman, tanpa kehilangan akar tradisinya.”
Keris Kamardikan menjadi simbol kebebasan, kreativitas, dan keberlanjutan tradisi perkerisan dalam konteks Indonesia modern yang dinamis.
2.Melihat Keris di Era Digital: Presisi Teknologi vs Keajaiban Tradisi
Toni Junus menyoroti bagaimana era digital memberikan dampak signifikan pada proses penciptaan keris. Berbagai perkakas modern seperti blower, mesin gerinda, dan alat bantu presisi kini menjadi fasilitas yang mempercepat dan memudahkan proses tempa.
Ia menyebut dua hal penting: Pertama, teknologi menghadirkan presisi tinggi sudut, pola pamor, dan bentuk bilah dapat dikendalikan lebih ketat.
Kedua, teknik tradisional justru membuka ruang ketidakpastian yang melahirkan keunikan tekstur pamor yang organik, lekuk yang alami, serta karakter yang tidak dapat disamakan.
“Pada akhirnya, kekaguman pada keris terbagi menjadi dua selera: mereka yang mencintai presisi modern, dan mereka yang merayakan spontanitas tradisi. Keduanya sama-sama sah, karena intinya terletak pada jiwa karya itu sendiri.”
3.Digitalisasi: Membantu atau Menjadi Tantangan bagi Perajin Keris?
Dalam sesi diskusi, muncul pertanyaan besar: Apakah digitalisasi membawa berkah atau tantangan?
Menurut Toni Junus, digitalisasi adalah dua sisi mata uang.
Membantu dari sisi:
–Efisiensi
–Presisi
–Dokumentasi dan arsip digital
Menjadi tantangan karena:
–Berpotensi menggeser nilai tradisi
–Menghapus karakter unik yang hanya bisa lahir dari proses manual
Namun, ia menekankan bahwa seluruhnya “terbaca dari hasil karya”, bukan sekadar proses.
4.Apa yang Perlu Dijaga Agar Keris Tetap Memiliki Ruh?
Dalam penjelasannya, Toni Junus menyampaikan bahwa meskipun teknologi berkembang, nilai spiritual tidak boleh ditinggalkan.
“Keris bukan sekadar objek seni. Ia menyimpan afirmasi, niat, dan batin sang empu. Itu adalah ‘ruh’ keris yang harus kita jaga.”
Ia menceritakan bahwa di Barat sekalipun, blacksmith master melakukan ritual kecil sebelum menempa logam. Bukan soal magis, tetapi soal niat, fokus, dan penyelarasan batin sang seniman.
Karena itu, Toni Junus menekankan pentingnya melestarikan tradisi spiritual seperti Sastrajendra sebagai inti proses kreatif di tengah modernitas.
5.Mendorong Generasi Muda untuk Belajar Dunia Perkerisan
Dalam upaya menarik generasi muda, Toni Junus menyoroti kekuatan estetika keris:
–Proporsi bilah
–Konfigurasi pamor
–Kualitas logam
–Warangka dan pendok yang artistik
Semua itu adalah pintu masuk yang menarik bagi kaum muda yang menyukai seni visual.
Namun ia kembali menekankan nilai terpenting: niat dan maksud seseorang saat menyimpan keris. Keris sejak dahulu menjadi pengingat motivasi hidup, sarana merawat karakter diri, dan penjaga batin.
“Restu dari empu, guru, dan tradisi leluhur tetap harus dijaga. Itu yang membuat keris lebih dari sekadar objek seni—tetapi warisan makna.”
6.Etika dalam Memaharkan atau Membeli Keris
Toni Junus menegaskan bahwa membeli keris tidak boleh sekadar dipandang sebagai transaksi ekonomi. Ada prinsip kejujuran dan penghormatan terhadap karya yang harus dijunjung.
“Menghormati keris berarti menjaga martabat tradisi perkerisan Indonesia.”
Baginya, etika adalah bagian tak terpisahkan dalam pelestarian.
7.Harapan dalam Acara Ethnic Digital Heritage Festival 2025
Dalam sesi penutup, Toni Junus menyampaikan refleksi panjang perjuangannya sejak 2005 dalam melestarikan keris. Ia menyebut perjalanan membabat alas, menghapus stigma musrik, hingga melawan kartel penipu di dunia perkerisan.
Kini, ribuan orang telah hidup dari keris. Keris tampil sejajar dengan seni rupa lainnya, dan bahkan telah memperoleh penghargaan internasional dibuktikan dengan 64 piagam yang ia terbitkan, termasuk untuk warga negara asing.
Ia menambahkan bahwa digitalisasi membuka peluang besar:
–Keris kini dapat didesain menggunakan software digital
–Dunia gaming, animasi, dan 3D art dapat menjadi media baru
–Konsep Teknokultural sudah masuk kurikulum ITB dan harus dipertajam
“Kita harus bergerak ke strategi pelestarian yang lebih maju. Tradisi, teknologi, dan masa depan harus berjalan seiring.”
8.Pesan Singkat untuk Pelestarian Keris di Indonesia
Sebagai penutup, Toni Junus menyampaikan pesan sederhana namun mendalam:
“Lestarikan nilai, bukan hanya bentuknya. Jika ruh keris tetap terjaga, budaya kita akan tetap hidup melampaui zaman.”
Acara ini tidak hanya menjadi ruang perayaan budaya, tetapi juga forum penting bagi lahirnya perspektif baru mengenai peran tradisi di era digital. Penampilan masterpiece Keris Kamardikan karya Toni Junus hari ini mengukuhkan bahwa pusaka Indonesia tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang menjemput masa depan.
(Ervinna)























Komentar
Tuliskan Komentar Anda!
Komentar Keris Kamardikan di Era Digital Memukau Pengunjung Ethnic Digital Heritage Festival 2025