Dituding tidak profesinal bekerja DIRHUBAG MSPI Thomson Gultom meminta Sekretaris Jenderal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Cahya Hardianto Harefa segera melakukan evaluasi terhadap personel Bagian Penerima Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK, secara khusus atas nama Ananda Amalia Cs.
Pernyataan evalusasi itu disampaikan DIRHUBAG MSPI itu berdasarkan penilaiannya dengan membandingkan penyelidikan kasus pengadaan tanah Proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh dengan penanganan laporan pengaduan MSPI dalam dugaan korupsi puluhan miliar pada proyek Pembangunan Waduk Sunter Selatan Sisi Timur Tahun Anggaran (TA) 2019/2020.
“Kami menilai Ananda Amalia Cs (Penerima Dumas) telah bekerja secara tidak profesional atas pernyataanya yang menyatakan bahwa bukan kewenangan KPK untuk menangani dugaan korupsi miliaran Proyek Pembangunan Waduk Sunter diera Gubernur DKI Jakarta, Anis Baswedan itu, hanya kerena dalam laporan itu tidak kita sebutkan ada transaksi uang, atau uang suap. Padahal dalam penyelidikan dugaan Korupsi Pengadaan Lahan Jalur Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh juga belum ada disebutkan adanya transaksi uang suap tetapi telah dilakukan penyelidikan. Inikan menjadi berbanding terbalik,” ungkap Thomson Gultom.
DIRHUBAG MSPI itu mengatakan bahwa pelaksanaan penyelidikan dugaan Korupsi pengadaan lahan proyek jalur Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung (KACJB) atau Whoosh oleh KPK justru berbanding terbalik dengan pernyataan Analisis Pengaduan KPK Ananda Amalia Cs, karena laporan pengaduan MSPI pada dugaan korupsi Pembangunan Waduk Sunter Selatan sisi Timur itu sudah lengkap dengan melebihi dua alat bukti tetapi justru dikatakan bukan kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan.
“Saat ini KPK telah memulai penyelidikan dugaan korupsi pengadaan lahan Whoosh, dengan pengumpulan informasi dan data! Baru mencari informasi pada titik koordinat mana kah lokasi tanah yang dikorupsi itu. Yang artinya, KPK dapat melakukan suatu tindakan penyelidikan pada dugaan korupsi meskipun belum ada laporan suapnya. Kalau begitu, laporan pengaduan MSPI atas dugaan korupsi Proyek Pembangunan Peningkatan Fasilitas Waduk Sunter Selatan Sisi Timur Jakarta Utara TA 2019 itu juga boleh dong dilakukan tindakan penyelidikan. Apalagi laporan MSPI sudah dilengkapi secara mendetail terhadap dugaan korupsinya, mulai dengan Gambar-gambar progress pekerjaan sejak pekerjaan dimulai hingga volume pencairan anggaran yang tidak sesuai dengan perjanjian kontrak, baik itu jangka waktu kontrak dan progress pekerjaan dan maupun itu nilai pencairan anggaran yang dicairkan yang tidak sesuai dengan realisasi pekerjaan dilapangan. Alias pencairan di mark-up,” pungkas Thomson Gultom
Dia menegaskan bahwa laporan dugaan korupsi yang dilaporkan lembaganya 100 persen dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
“Dugaan korupsi Proyek Pembangunan dan Peningkatan Fasilitas Waduk Sunter Selatan Sisi Timur Jakarta Utara TA 2019 itu nilai Kontraknya Rp45,8 miliar. Sementara jangka waktu pekerjaan ditandatangani mulai dari tanggal, 23 Agustus 2019 s/d 15 Desember 2019. Sesuai dengan jangka waktu kontrak tersebut pemborong (PT. Sunar Mardagul- PT. Jaya Beton Indonesia KSO) hanya mampu menyelesaikan pekerjaan dengan volume 25 persen. Sesuai dengan presentasi realisasi pekerjaan itu seharusnya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pengguna Anggaran (PA) Kepala Dinas SDA DKI Jakarta seharusnya sudah melakukan pemutusan kontrak. Namun dalam hal ini PPK/PA/KPA tidak melakukan pemutusan kontrak, malahan menandatangani perpanjangan kontrak (Addendum) selama 50 hari. Sehingga pemborong melanjutkan pekerjaan hingga balik tahun, yakni sampai dengan tanggal 3 Februari 2020,” ujar DIRHUBAG MSPI itu.
Menurut DIRHUBAG MSPI Thomson Gultom itu, bahwa perpanjangan kontrak yang dilakukan PPK dengan PT Sinar Mardagul-PT Jaya Beton Indonesia KSO dengan realisasi volume pekerjaan 25 persen pada Proyek Pembanguan Waduk Sunter Selatan Sisi Timur itu sudah merupakan perbuatan melawan hukum.
“Sesuai dengan Pasal 56 Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa, perpanjangan kontrak tanggal 15 Desember s/d 3 Februari 2020 adalah pelanggaran, yang berbunyi: Pasal 56 (1) Dalam hal Penyedia gagal menyelesaikan pekerjaan sampai masa pelaksanaan Kontrak berakhir, namun PPK menilai bahwa Penyedia mampu menyelesaikan pekerjaan, PPK memberikan kesempatan Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan. Perpres mengatakan : PPK memberikan kesempatan Penyedia untuk menyelesaikan, “MENYELESAIKAN” pekerjaan. Menyelesaikan pekerjaan! Bukan untuk meningkatkan volume pekerjaan,” terang Thomson Gultom.
Lebih jauh Thomson Gultom menjelaskan bahwa dalam ayat (2) Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimuat dalam adendum kontrak yang didalamnya mengatur waktu penyelesaian pekerjaan, pengenaan sanksi denda keterlambatan kepada Penyedia, dan perpanjangan Jaminan Pelaksanaan.
Ayat (3) juga mejelaskan Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat melampaui Tahun Anggaran.
“Dapat melampaui tahun anggaran, untuk menyelesaikan, yang artinya dapat diselesaikan itu dihitung realisasi atau volume pekerjaan yang sudah dikerjakan dengan volume pekerjaan yang belum dikerjakan. Yang menjadi, apakah wajar realisasi volume pekerjaan 25 persen kontrak diperpanjang?” ucap DIRHUBAG MSPI itu mengkritisi pemberian perpanjangan kontrak pekerjaan Pembangunan Waduk Sunter itu.
Dalam Pasal 57 (1) disebutkan, setelah pekerjaan selesai 100% (seratus persen) sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam Kontrak, Penyedia mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK untuk serah terima barang/jasa.
Ayat (2) PPK melakukan pemeriksaan terhadap barang/jasa yang diserahkan.
Ayat (3) PPK dan Penyedia menandatangani Berita Acara Serah Terima.
Pasal 58 ayat (1) PPK menyerahkan barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 kepada PA/KPA, ayat (2) PA/KPA meminta Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan/Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PJPHP/PPHP) untuk melakukan pemeriksaan administratif terhadap barang/jasa yang akan diserahterimakan.
Ayat (3) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Berita Acara.
“Disini, (Perpres ) menjelaskan secara terang benderang prosedur untuk pencairan angaran. Jadi, kalau mau diusut kasusnya ia, cukup banyak juga yang menjadi tersangka. Selain pemborong, juga konsultan pengawas, dan juga tidak tertutup kemungkinan dari oknum Inspektorat Pemprov DKI Jakarta dan dari BPK perwakilan Jakarta Raya,” pungkas Thomson Gultom menjelaskan pelanggaran dan terjadinya dugaan korupsi.
Menurutnya tidak mungkin adanya perpanjangan atau addendum pada realisasi pekerjaan volume 25 persen.
“PPK memberikan perpanjangan waktu untuk menambah volume pekerjaan saja, bukan untuk menyelesaikan pekerjaan. Karena perpanjangan kontrak (addendum) itu dapat disetujui dengan realisasi pekerjaan volume 90 persen. Sesuai fakta dilapangan, bahwa realisasi volume pekerjaan pada dugaan korupsi Waduk Sunter ini estimasinya baru 25-30 persen. Dan realisasi volume pekerjaan pada perpanjangan waktu diestimasi hanya mencapai 50-60 persen, tetapi pencairan anggaran atau penagihan pembayaran proyek dapat dicairkan 100 persen. Ini namanya rampok!” tutupnya mengakhiri.
(Red)
























Komentar
Tuliskan Komentar Anda!
Komentar Dituding Tidak Profesional DIRHUBAG MSPI Minta Sekjen KPK Evaluasi Personel DUMAS KPK Ananda Amalia Cs