Pihak SD Islam Yasma PB. Soedirman, yang beralamat di Jalan Raya Bogor KM 24, Cijantung, Jakarta Timur, memberikan klarifikasi atas pemberitaan yang sempat beredar di sejumlah media terkait dugaan perundungan terhadap seorang siswa berinisial B.
Dari hasil penelusuran awak media ibu kota secara objektif pada Kamis (9/10/2025), diketahui bahwa kasus tersebut bukan kejadian baru, melainkan peristiwa lama yang telah diselesaikan secara kekeluargaan pada tahun 2023.
Pihak sekolah saat itu langsung melakukan penelusuran untuk mengetahui siapa saja siswa yang terlibat. Setelah data terkumpul, sekolah mempertemukan beberapa anak untuk melakukan mediasi dan penyelesaian secara damai di sekolah.
“Kami langsung mempertemukan beberapa siswa yang terlibat dengan siswa berinisial B. Tidak ada luka serius yang terlihat, anak-anak sudah minta maaf dan sepakat berdamai,” jelas wali kelas.
Seluruh proses penyelesaian tersebut juga telah didokumentasikan oleh pihak sekolah, dan hasil mediasi dilaporkan kepada orang tua siswa berinisial B.
“Alhamdulillah… Terima kasih, Bu. Semoga ke depannya anak-anak bisa saling menghargai,” demikian tanggapan orang tua siswa B kepada guru kelas melalui pesan WhatsApp.
Namun, beberapa waktu lalu, beredar kembali potongan video lama di media sosial tanpa keterangan waktu yang jelas, sehingga menimbulkan kesalahpahaman publik.
“Kami sudah menjelaskan kronologinya dan menunjukkan video rekamannya, tetapi ibunya tetap meminta video rekaman lengkap. Karena yang beredar hanya potongan pendek, orang jadi salah paham seolah ini kasus baru,” tambah wali kelas.
Selain melakukan mediasi, pihak sekolah juga mengambil langkah edukatif dan pembinaan antar siswa agar hubungan mereka kembali baik.
Sekolah menyayangkan adanya pemberitaan yang kembali mengangkat peristiwa lama tanpa konfirmasi, karena hal ini dapat menimbulkan kesalahpahaman publik dan berdampak pada psikologis anak-anak yang telah berdamai.
“Kasus ini sudah lama selesai. Tapi karena ada yang menyebarkan ulang tanpa penjelasan, masyarakat mengira ini baru terjadi. Padahal tidak demikian. Pemberitaan ulang tanpa verifikasi dapat menimbulkan dampak sosial yang tidak perlu,” tegas pihak sekolah.
“Kami harap pemberitaan ini tidak diteruskan karena semua sudah selesai secara kekeluargaan dan sesuai prosedur hukum pendidikan,” pungkasnya.
Guna menindaklanjuti hasil konfirmasi dengan pihak sekolah, awak media berupaya melakukan konfirmasi langsung dengan orang tua siswa B. Saat itu, pihak sekolah menyampaikan bahwa orang tua B akan datang menjemput anaknya. Ketika tiba waktunya, awak media kemudian mencoba berbincang dengan orang tua siswa tersebut.
Namun, awak media justru disebut telah melakukan intimidasi terhadap orang tua siswa, padahal yang dilakukan semata-mata adalah upaya klarifikasi untuk keberimbangan pemberitaan, sebagaimana diatur dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Penjelasan demi penjelasan telah disampaikan oleh awak media, dengan maksud untuk memberikan ruang pemberitaan yang berimbang terhadap informasi yang sebelumnya telah dimuat oleh salah satu media. Akan tetapi, orang tua siswa justru histeris, dan menganggap dirinya diintimidasi, padahal awak media sudah berulang kali menjelaskan bahwa kedatangannya hanya untuk melakukan konfirmasi sebagaimana ketentuan dalam etika jurnalistik.
Sebelumnya, sempat ada pemberitaan dari salah satu media berinisial AJ, yang setelah dilakukan klarifikasi oleh pihak sekolah mengakui pemberitaannya tidak berimbang dan akhirnya melakukan take down. Penulis berita tersebut berinisial J.
Namun, setelah pemberitaan itu dihapus, muncul kembali media lain berinisial IB dengan narasi dan penulis yang sama, tanpa adanya perbedaan isi dari berita sebelumnya. Hal ini menimbulkan tanda tanya terkait motif pemberitaan berulang tersebut.
Ketika keduabawak media yang coba mwnghunpun dari berbagai sumber guna pertimbangan pemberitaan tersebut, justru wartawan J mencoba melakukan konfirmasi kepada awak media yang tengah masih berada di lokasi sekolah, justru dikatakan melalui telepon selular mengatakan, bahwa awak media tersebut telah melakukan intimidasi terhadap rekan mereka (orang tua siswa B). Padahal, yang dilakukan adalah upaya konfirmasi untuk keberimbangan berita, bukan bentuk tekanan terhadap siapa pun.
Sebagaimana dijelaskan dalam Kode Etik Jurnalistik, wartawan memiliki kewajiban untuk melakukan konfirmasi dan verifikasi atas setiap pemberitaan agar tidak menimbulkan kerugian pihak lain.
Atas pemberitaan yang sudah beredar dengan narasi yang dinilai tidak sehat dan cenderung menggiring opini, pihak sekolah menyatakan akan menempuh jalur hukum terhadap media maupun oknum wartawan J yang menulis berita tersebut.
“Kami sedang menyiapkan langkah pelaporan resmi kepada aparat penegak hukum, baik ke kepolisian maupun ke Dewan Pers, sebagai bentuk perlindungan terhadap nama baik sekolah serta menjaga kenyamanan psikologis para siswa,” ungkap perwakilan pihak sekolah.
Pihak sekolah menilai langkah hukum ini perlu dilakukan agar ada efek jera terhadap oknum media yang tidak berimbang dalam pemberitaan, sekaligus menjadi pembelajaran penting tentang etika jurnalistik.
Pihak sekolah juga mempertanyakan, apa motif sebenarnya dari media yang kembali mengangkat isu lama ini. Apakah hal itu merupakan bagian dari praktik jurnalistik yang sehat atau justru melanggar prinsip kode etik profesi wartawan. (Ervinna)
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!
Komentar Pihak Sekolah SD Islam di Cijantung Luruskan Isu, Kasus B Sudah Rampung Tahun 2023